"Kalau mau ke curug harus ke Kabupaten Cirebon atau Kuningan yang banyak."
Kata-kata ini masih terngiang di telinga ketika memasuki pintu tol Cipali. Awal tahun ini saya sempat berkeinginan keliling Kabupaten Kuningan, bukan karena kuliner yang selalu berada salam pikiran saya selama ini, melainkan pesona curugnya.
Konon, Curug itu erat kaitannya dengan khayangan dan putri serta dayang-dayangnya. Impian kecil yang membawa saya ke Kuningan setelah lama berucap dalam hati. Selain curug, ternyata Angklunglah yang membawa saya betul-betul ke Kuningan untuk saat ini.
"Angklung itu dari Kuningan?"
Antara tanya dan pernyataan, saya pun terkaget-kaget. Selama ini saya menganggap bahwa Angklung berasal dari Bandung. Dan, yang lebih membuka mata saya lebar-lebar adalah sosok Daeng Soetigna yang berguru pada Dad Jaya dari Kuningan sehingga Angklung menjelma menjadi alat musik yang bisa memainkan seluruh jenis musik baik itu dangdut, pop, rock dan musik populer di seluruh Dunia.
Ternyata kejutan tidak berhenti sampai disini. Kuningan dinobatkan sebagai Kabupaten Angklung di Indonesia. Sungguh luar biasa pencapaian Kuningan ini, tak heran jika banyak sekali nuansa Angklung yang menyambut saya ketika memasuki Kuningan.
Perjalanan dari Jakarta sebetulnya bisa ditempuh dalam waktu sekitar 4-5 jam. Namun ternyata banyak pembangunan LRT/MRT sehingga waktu tempuh lebih lama dari seharusnya. Walaupun seperti itu, rasa senang akhirnya bisa ke Kuningan menepis semuanya. Coba bayangkan saja ketika anak kecil dikasih es krim maka dia akan ceria, begitu juga dengan saya, seorang traveller pasti sangat senang menemukan destinasi baru.
Suasana panas menyambut saya dan beberapa teman dari Genpi dan wartawan senior. Saat itu entah berapa suhunya, yang jelas badan saya sudah memberikan tanda dehidrasi. Walaupun panas, namun hati saya tetap sejuk, karena Kuningan tetap mempesona saya dengan gunung Ceremai yang saat itu sudah terlihat dari tol cipali tadi.
Kami menginap di Grand Purnama hotel, tak jauh dari taman dan alun-alun kabupaten Kuningan. Malamnya, kami mencari kuliner khas Kuningan yang mampu melepas rasa lapar. Memang dari senja tadi, perut saya sudah meronta-ronta membutuhkan asupan yang lezat. Rombongan kami sampai di sebuah warung nasi Kasreng. Kasreng ini sebetulnya mirip angkringan di Yogyakarta, hanya yang membedakan hanya lauk-pauknya yang banyak menyajikan pepes dan rebon atau udang, selain itu banyak menu yang serupa dengan angkringan. Jujur saya pengemar sate usus angkringan, rasanya memang tiada duanyan. Nah, kebetulan di warung ini terdapat sate usus, bedanya dengan sate usus Yogyakarta hanya kering atau basahnya saja, selain itu rasanya hampir sama, mirip tahu tempe bacem kalo di Yogya.
Paginya, kami langsung menuju Museum Linggarjati. Kebetulan tempat pelaksanaan acara adalah museum perumusan naskah perjanjian Linggarjati. Nama Linggarjati ini telah tersohor semenjak kemerdekaan, bahkan berkat Linggarjati inilah kita dapat menikmati kemerdekaan seperti sekarang ini. Konon pada saat perundingan, angklung merupakan hiburan di sela-sela acara sehingga hiburan inilah yang membuat relaks dan menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan pihak Indonesia dengan percepatan peralihan kekuasan pada saat itu.
Kini angklung pun kembali membanggakan kita semua, masyarakat Indonesia, khususnya kabupaten Kuningan yang menggelar International Angklung Festival Kuningan 2018. Selain itu Kuningan juga telah dinobatkan sebagai Kabupaten Angklung sehingga sangat tepat sekali apabila festival ini berada di Kuningan.
Angklung itu bukan hanya alat musik semata, melainkan sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat Kuningan. Mulai dari usia dini semenjak taman kanak-kanak sampai usia senja semuanya tahu cara memainkannya dengan baik. Bahkan pelajar SMP dan SMA pun membanggakan Kuningan dengan memenangkan lomba angklung tingkat Nasional.
Suasana Linggarjati cukup ramai walau acara masih belum mulai, anak-anak sampai orang dewasa sangat antusias dengan festival ini. Acara ini adalah agenda resmi dari Kementerian Pariwisata yang dicantumkan dalam calender of event. Dari seratus event yang menjadi prioritas, festival Angklung inilah salah satu yang menarik untuk diikuti. Oh iya, selain menjadi daya tarik wisatawan dalam negeri, Angklung juga memiliki daya tarik bagi wisatawan asing karena telah diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Wah, saya tak habis-habisnya berdecak kagum kepada angklung. Memang sudah saatnya kita menjaga dan melestarikan warisan ini agar generasi mendatang tidak kehilangan identitas bangsanya yang kaya akan warisan budaya.
Bapak Acep Purnama, Bupati Kuningan beserta perwakilan dari Kemenpar, Ibu Esthy Reko Astuti, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwsata Nusantara beserta rombongan telah hadir disambut dengan bunyi angklung dari ratusan anak-anak. Setelah itu, acara seremonial dan sambutan bergulir diakhiri dengan pemberian penghargaan kepada Kabupaten Kuningan yang diwakili oleh Bapak Acep Purnama.
Penampilan memukau datang dari SMP dan SMA yang memaikan Angklung dan menyajikan berbagai macam lagu mulai dari lagu sunda, lagu populer Indonesia dan luar negeri yang dinyanyikan dengan apik oleh vokalis.
Layaknya orkresta, angklung berbagai ukuran dan nada menciptakan harmoni yang sangat indah ditelinga. Jarang sekali saya dimanjakan oleh angklung dengan sedekat ini. Biasanya saya hanya mendengarkan angklung di rumah makan sunda, itupun bukan suara asli melainkan suara rekaman saja. Kini, saya merasakan betapa kayaknya alat musik tradisional kita ini, sudah saatnya kita bersama mengembangkan dan tetap melestarikan angklung agar tidak hilang oleh alat musik modern.
Bukan Angklung namanya kalau tidak memikat masyarakat Indonesia, namun ternyata bukan hanya orang Indonesia saja yang perkiat melain warga Jepang pun ikut menyumbang beberapa lagu. Bukan hanya dari Jepang saja, namun banyak dari negara lain seperti Algeria. Warga Jepang pun usianya bukan tergolong belia namun sudah memasuki usia senja. Namun semangat mereka untuk mempelajari alat musik Angklung ini patut diapresiasi.
Tahu lagu Kokoronotomo ? Iya pada sekitar tahun 80-90an, lagu ini sangat terkenal di masyarakat Indonesia karena lagunya yang sangat mudah dihafalkan dan bernada sangat bagus. Warga Jepang pun melantunkan lagu ini dengan sangat bagus dan berhasil memukau masyarakat Kuningan yang menyaksikan dari pagi.
Bukan hanya Jepang, lagu Korea seperti Du du du dari Blackpink pun dinyanyikan oleh musisi Kuningan dengan alunan angklung yang sangat merdu. Ternyata K Pop rasa Kuningan ini pun mampu membuat saya berdendang pada saat cuaca terik mulai berhasil membuat saya berkeringat.
Nah, kebanggaan kita bukan hanya sementara dan dibibirkan saja. Sudah saatnya kita menjaga angklung dengan ikut menjadi dutanya. Bagaimana caranya? Cukup membagikan blogpost ini pun kamu sudah menyebarkan kebanggaanmu terhadap angklung.
Kini, saatnya menjelajah wisata alam yang indah di Kuningan. Dan, mari kita menuju ke destinasi selanjutnya. Nantikan di tulisan saya selanjutnya.
1 Comentarios
oohh ternyata darisini Angklung asalnya. aku suka Angklung walaupun gatau cara mainnya dan di Medan agak sulit nemu Angklung, makanya jadi terlalu senang waktu main ke Jogja xD
BalasHapus