ZenRooms Dipatiukur Bandung, Hotel “Cihuy” Yang Ramah Bagi Kantong


Melangkahkan kaki kembali ke Bandung membuat memori beberapa tahun lalu itu terpanggil. Tepat 10 tahun lalu, saya pertama kali ke Bandung. Bukan untuk berlibur tepatnya, saya mengikuti sebuah lomba yang menghantarkan saya meraih predikat terbaik ketiga. Rasa bangga bercampur haru masih melekat diingatan ini.

Kini, Bandung mampu menyajikan wajah baru. Beragam tempat wisata bermunculan bak cendawan di musim hujan, tentu saja membuat saya senang sekaligus sedih karena artinya saya tak akan mampu menjelajah semua tempat baru itu dalam waktu dua atau tiga hari saja, setidaknya dibutuhkan waktu lama sekitar seminggu atau bahkan sebulan untuk mengkhatamkan Bandung.

Oke baiklah, kalau saya memang terlalu bernafsu untuk mengelilingi Bandung dengan budget yang tipis pis pis, namun bagaimana dengan penginapan yang bisa menampung hasrat berlama-lama di kota cihuy ini? Hahaha, tenang saja kawan, banyak pilihan yang akan memuaskan kamu kalau masalah penginapan. Di Bandung, banyak sekali pilihan penginapan atau hotel dari kelas bawah sampai atas eh, maksudnya kelas bintang lima yang fasilitasnya komplit plit plit. Nah, kalau misalnya mau memilih hotel dengan fasilitas mendekati bintang empat atau lima tapi harganya terjangkau harus pilih apa dong? Yes, tenang saja, saya akan membeberkan rahasia bisa stay lama tanpa menguras kantong kamu.

Anti Mainstream



Saya ingin sesuatu yang berbeda pada saat berada di Bandung. Iya, selama ini beberapa tempat wisata sudah sangat familiar bagi sebagian orang seperti saung angklung mang Udjo, kawah putih Ciwidey, Teropong Boscha dan masih banyak tempat wisata lain. Tapi tahukah bahwa di Bandung terdapat beberapa museum yang sangat erat dengan seni? Pasti wisata museum seni ini sangat jarang banget di bahas apalagi di kunjungi. Saya justru sebaliknya, sangat penasaran dengan museum seni karena memiliki soul atau keeratan emosi antara karya dengan seniman yang menghasilkan karya. Ibarat bayi yang di asuh dengan penuh kasih sayang, begitulah seorang seniman menghasilkan produk seni entah itu patung, musik, kerajinan tangan dan lainnya. Wow, benar-benar sesuatu yang anti mainstream banget. Apalagi seniman masih dianggap sebagai sebuah profesi yang 'kurang' menjanjikan, namun dipostingan selanjutnya pernyataan tersebut akan terbukti sebaliknya. 

Nu Arta Sculpture Park dan Museum Barli adalah dua diantara sekian museum di Indonesia yang menyajikan seni dengan bingkai yang manis dan tertata dengan bagus. Pada kesempatan mendatang saya akan posting mengenai dua museum ini. Nantikan yah. Don't miss it.

Bandung dan Dago 
Salah satu kolam renang pada zaman Belanda (Sumber : wikipedia)
Saya memperhatikan laju kendaraan yang pelan-pelan memasuki sebuah area bernama Dago. Dahulu Dago masih berbentuk hutan belantara, tidak ada akses jalan besar hanya jalan-jalan setapak yang menghubungkan petani dari Lembang menuju pasar kota. Kemudian, pada awal tahun 1900, Andre Van Der Burn membangun salah satu tempat persitirahatan pertama sehingga Dago dikenal sebagai pemukiman mewah pada zama Belanda. Nama Dago diambil dari Dagostraat pada zama Dahulu, walaupun tempat ini berubah menjadi Jalan Ir. H. Juanda, namun warga Bandung tetap mengenal kawasan ini sebagai Dago.

Mata saya tertuju pada bangunan klasik. Bukan hanya satu atau dua, berpuluh-puluh bangunan tua dan terawat memanjakan mata saya yang biasa melihat gedung bertingkat yang hanya berbentuk kotak saja. Bangunan dengan akses batu marmer atau batu-batuan yang berasal dari letusan gunung berapi yang sangat kokoh. Biasanya rumah zaman Belanda memiliki satu lobi depan yang menjorok ke arah depan seperti hotel-hotel pada umumnya namun dalam versi yang kecil. Sementara, aksen warna putih dari campuran bahan semen dengan kualitas terbaik dicampur dengan kayu jati pada jendela dan pintu membuat rumah tak lekang dimakan oleh roda waktu. Masih kuat dan kokoh. Arsitektur rumah dengan sentuhan Belanda dan Eropa membuat saya ingin berlama-lama memandang dan menikmatinya tanpa gangguan apapun.

Oh iya, disekitar Dago, terdapat salah satu Universitas ternama di Bandung yaitu Universitas Padjajaran atau lebih dikenal dengan Unpad. Sebetulnya Unpad merupakan tempat kuliah Ayah saya, namun memang bukan yang di Dago ini, melainkan di Jatinagor, Sumedang. Sedikit bernostalgia rasanya.

ZenRooms Dipatiukur Bandung



Hati lelah setelah berlama-lama dalam perjalanan Jakarta - Bandung seakan terbayar setelah bus yang membawa saya dan rombongan tiba di sebuah Hotel yang memiliki warna merah dan kuning. Mata yang kuyu antara ngantuk dan kenyang yang bercampur jadi satu saat itu mendadak bersinar. Yes, akhirnya sampai juga di ZenRooms Dipatiukur.

Sementara Adi Ndut, Nurul Noe, Mba Lidya Fitrian dan beberapa teman dari Bandung telah turun dari bus, saya masih sempat memastikan apakah ada yang tertinggal, sebab peralatan yang saya bawa cukup banyak. Akhirnya, saya pun turun dari Bus dan melihat Hotel dengan mata yang masih berbinar. Lelah badan cukup terbayar oleh suasana disekitar yang sejuk oleh pepohonan. Aih, rasanya akan menjadi malam yang nyaman dan menyenangkan berada di daerah ini.

Oke, masuk kamar kemudian mandi dan berbenah diri. Kemudian, setelah beres dan rapih serta wangi, sebuah whatsapp kemudian tertera di layar smartphone.

"Kalian berdua lapar?"

Mata dan perut ini merasakan hal yang sama, agak sedikit lapar. Mata saya kemudian tertuju pada Adi Ndut. Sepertinya, untuk masalah yang satu ini, Adi tidak akan menolaknya. Tanpa berlama-lama kemudian saya dan Adi bergegas ke kamar Nurul Noe dan Mba Lidya.

Di sana sudah ada pizza berbagai rasa yang masih nikmat. Adi dengan malu-malu tapi mau langsung mencomot satu pizza, diikuti dengan tangan saya yang tanpa terasa mengikuti alur yang dilakukan oleh Adi. Terjadilah pergolakan batin, "Ingat lemak dalam perut kamu, Man?" atau "Oke, diet itu bukan solusi tepat, kamu harus berolahraga." Dan pemikiran itu pun hilang begitu saja, saya memakannya dengan riang gembira tanpa rasa berdosa. Diet maafkan aku yang selalu membohongimu.

Tak berapa lama, kita kedatangan tamu dari Bandung. The Travel Learn aka Teguh Nugroho telah menanti di lobi hotel. Kami menyambutnya dengan gembira ria. Selain Teguh, Adis Takdos juga telah bergabung beberapa saat kemudian setelah kami mengunjungi warung indomie terkenal di kawasan Dipatiukur.

Karena masih lapar dengan perut karet ini, saya pun senang saja di ajak ke warung yang tak jauh dari hotel. Hanya berjalan sekitar 5 menit dan sampailah di warung anak muda gahul di kawasan Dipatiukur, Bandung.

Warung ini layaknya seperting warung tenda pada umumnya, hanya saja banyak sekali anak muda yang silih berganti untuk makan tengah malam dan bercengkerama dengan teman-teman setelah berolahraga atau setelah puas dengan urusan masing-masing.


Perut yang kenyang sangat cocok untuk tidur. Ehmm, ZenRooms Dipatiukur ini ada wifi, televisi layar datar, kamar mandi yang bagus dan kasur yang empuk sehingga sangat nyaman banget. Apalagi setelah kegiatan seharian mengunjungi museum dan beberapa tempat di Bandung, sangat cocoklah beristirahat di hotel yang nyaman dengan budget yang tak akan menguras kantong.

Setelah menikmati malam dengan tidur nyenyak. Saya segera mandi. Setelah rapi, kini saatnya sarapan di lantai bawah yang dekat dengan lobi.


Nasi goreng atau mie goreng dengan berbagai lauk pauk seperti sayuran dan ayam telah hadir dihadapan saya. Sementara itu, apabila tidak ingin makan kenyang terdapat roti ataupun sereal. Oh iya, terdapat bubur juga yang sangat lezat. Untuk minumannya ada jus segar, teh atau kopi serta air putih.

Nahh, kalau mau menginap di ZenRooms Dipatiukur ini bisa langsung ke websitenya di https://www.zenrooms.com/id . Selamat menikmati Bandung dengan ceria.

3 Comentarios

Follow Me On Instagram